Menurut Waddington (1996),
istilah profesi pada awalnya berarti sejumlah pekerjaan terbatas yaitu
pekerjaan-pekerjaan yang hanya ada dalam era pra industri di Eropa, yang
membuat orang- orang berpenghasilan mampu hidup tanpa tergantung pada
perdagangan atau pekerjaan manual.
Hukum, kedokteran dan
keagamaan merupakan tiga profesi klasik, tetapi pejabat angkatan darat dan
angkatan laut kemudian juga dimasukkan dalam profesi. Proses industrialisasi
dikaitkan dengan perubahan besar dalam struktur profesi lama ini, dan dengan
pertumbuhan lapangan kerja baru yang pesat,
banyak dari pekerjaan ini kemudia mendapatkan status profesional.
Perubahan dalam struktur pekerjaan di refleksikan dalam literatur sosiologi.
Secara histtoris, sepanjang
tahun 1950 dan 1960 banyak ahli sosiologi menggunakan pendapatan “daftar
periksa” untuk memepelajari pekerjaaan seperti kerja sosial, pengajar, perawat,
dan putakawan, untuk melihat apakah pekerjaan itu bisa disebut sebagai profesi
atau tidak. Namun demikian sejak awal 1970 pendekatan deskriftif semakin di
tinggalkan karena banyaknya kritik tajam. Sejak tahun 1970-an literatur tentang
profesi menjadi lebih kritis dan cenderung terfokus pada analisis kekuasaan
profesional, dan posisi profesi dalam pasar tenaga kerja.
Freidson (1986), berpendapat
bahwa otonomi profesional, yakni kekuasaan profesi untuk mendefinisikan dan
mengontrol pekerjaan merekalah yang membedakan kararkteristik dari profesi.
Dari pespektif ini pengetahuan yang khusus atau perilaku altruistik tidak di
pandang sebagai karakteristik esensial dari profesi. Namun, kleim terhadap
atribut-atribut semacam itu, terlepas dari soal valid atau tidak, barangkali
penting dalam proses profesionalisasi sepanjang atribut-atribut tersebut
merupakan retorika di pandang dari segi kelompok pekerja yang berusaha
mendapatkan hak-hak istimewa seperti sistem lisensi, pengaturan sendiri, dan
situasi pasar yang terjaga. Oleh karena itu proses profesionalisasi dilihat
bersifat politis dalam karakternya, suatu proses “dimana kekuasaan dan retorika
persuasif lebih diutamakan ketimbang karakter objektif dari pengetahuan,
pelatihan dan pekerjaan.
Karya johnson (1972),
berpusat pada analisis hubungan praktisi-klien. Dia mencatat bahwa pekerjaan
secara konfensional disebut sebagai “Profesi”telah, diberbagai waktu dan
tempat, menjadi tunduk pada kekuatan klien (pratonase), atau hubungan
praktisi-klien mungkin diperantarai oleh kelompok ke-3, seperti gereja atau
negara. Istilah profesionalisme digunakan untuk bentuk khusus dari kontrol
pekerjaan, yang melibatkan pengaturan sendiri tingkat tinggi dan kemandirian
dari kontrol eksternal yang, dalam bentuknya paling berkembang, merupakan
produk dari kondisi sosial tertentu pada abad 19 di Inggris dan Amerika.
Abbott (1988:1991),
menyatakan bahwa profesi adalah kelompok pekerja eksklusif yang melakukan
yuridiksi pada bidang pekerjaan tertentu. Yuridiksi ini dilaksanakan
berdasarkan kontrol yang kurang lebih abstrak, esoterik dan pengetahuan intelektual,
kelompok yang kurang pengetahuannya umumnya gagal dalam mempertahankan
profesionalismenya.
Abbot (1991), telah mencatat
kebingungan ini dan menyarankan bahwa “memulai dengan definisi bukan berarti
memulai semuanya”. Barang kali yang lebih membantu adalah Freidson (1986), yang
menunjukan perbedaan penting antara profesi di Amerika Serikat dan Inggris dan
status jabatan yang tinggi didaratan Eropa, dan berpendapat bahwa
profesionalisme adalah “penyakit Anglo-Amerika”. Ia berpendapat bahwa masalah tidak
diciptakan “dengan memasukan ciri pembawaan dan atribut dalam definisi. Masalah
terletak lebih dalam ketimbang hal tersebut. Masalah tercipta karena ada usaha
untuk memperlakukan usaha pekerjaan seolah-olah sebagai konsep generik
ketimbang konsep historis yang berubah dengan akar yang bersifat unik didalam
negara industri yang sangat dipengaruhi oleh institusi Anglo-Amerika.
Secara harfiah, kata profesi
merupakan kata terjemahaan istilah bahasa inggris proffesion yang artinya
adalah pekerjaan. Berdasarkan kajian akademik, selain pengertian sebagaimana
dikemukakan Waddington (1996), wirawan (2009), dan Abbot (1988,1991) diatas ada
pengertian lain profesi yang sejalan. Arifin (1995) misalnya mengemukakan
bahwa, profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau
pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau
latihan khusus. Menurut Kunandar (2007) Profesi adalah suatu bidang pekerjaan
yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Menurut Martinis Yamin (2007)
profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan
keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.
Berdasarkan beberapa definisi
diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau
keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektual, perilaku ilmiah berbasis
ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu, memiliki etika tertentu, memiliki
kesesuaian dengan kebutuhan dan permintaan pasar tenaga kerja dan diperoleh
seseorang melalui proses pendidikan dan pelatihan akademik diperguruan tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar